Dendang lagu kokok ayam menamba keramaian di pagi sunyi
Mentari akan begitu hangat di pagi ini
Memberi energi untuk mengais rezeki hari ini
Biarla dapur kami tetapi menyala
Hingga kami bisa bergerak lagi
Ayah, kau panaskan kuda besi di setiap pagi
Dari Senin sampai Sabtu
Membanting tulang dan memeras keringat
Ayah, bolehkah kuusap peluh di keningmu?
Ayah, bolehkah kupijat punggungmu?
Agar sedikit goresan urat di keningmu berkurang
Ayah, kau ajarkan aku pahit dan manisnya kehidupan
Memberiku cerita di setiap malam
Tapi malam itu kau berbeda
Lebih banyak diam dan tanpa cerita
Apakah karena aku banyak memberimu luka dengan kondisi ini?
Menggores setiap suka di sukmamu
Ayah, jika aku punya sayap, mungkinkah tak pernah jatuh?
Agar kau tak kuatir jika kaki ini terkadang kesakitan
Dahulu. .
Kau kayuh sepeda itu untuk mengantarku ke bangku ilmu
Kau tunggu aku saat akan 1/4 tubuhku
Membaringkanku dengan ceritamu
Kau ajari aku tuk kendalikan kuda besimu
Kau ajari aku agar ber-ikhlas dengan yang papa
Kau ajari aku untuk menjadi ksatria tanpa kuda
Ayah, kau tak boleh lelah
Hari ini seragamnya yang mana?
Akan kugosok dan pakai wewangian apa?
Ayah. . . jika saya buatmu kecewa, marahlah
Ayah. . . jika saya kurang ajar, makilah
Ayah. . . tubuhmu semakin kurus saja
Belum sampai diri ini membuatmu berbangga diri
Ayah, hanya do’a untukmu agar kau selalu baik saja
Ayah, bagaimana kabarmu?
Ayah, aku rindu mendengar cerita di pangkuanmu lagi. .
#SKM
Antologi Baru, “Jendela Tanpa Sekat”
Yogyakarta, 7 September 2013
oleh Ratri Indah Sulistyani
http://fiksi.kompasiana.com/puisi/2013/09/10/surat-untuk-ayah-591221.html
0 comments:
Post a Comment
silahkan Ketik Pesannya!!!
berikan pesan yang konsukrif